19 Mei 2012. Badak merupakan salah satu jenis satwa liar endemik Indonesia. Di seluruh dunia terdapat lima spesies badak dan dua spesies diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Keberadaan dua spesies badak ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, karena Indonesia turut menyumbang sebagian besar kekayaan jenis satwa dunia.

 

19 Mei 2012. Badak merupakan salah satu jenis satwa liar endemik Indonesia. Di seluruh dunia terdapat lima spesies badak dan dua spesies diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Keberadaan dua spesies badak ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, karena Indonesia turut menyumbang sebagian besar kekayaan jenis satwa dunia.

Banyak faktor yang menyebabkan keberadaan populasi badak terancam. Ancaman tanaman pengganggu, populasi badak betina yang sedikit, status reproduksi, kondisi habitat, serta perdagangan cula dan perburuan liar yang dilakukan oleh manusia semakin mendekatkan satwa ini kepada status kepunahan. World Wildlife Fund Indonesia (WWF-Indonesia)  memperkirakan populasi Badak jawa di Ujung Kulon berada dalam kisaran 26-58 individu dengan nilai rata-rata 42 ekor (data tahun 2000). Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) mengeluarkan informasi perkiraan populasi Badak jawa pada bulan Februari-November 2011 jumlah populasi perkiraan 45-55 individu. Tidak hanya badak jawa, badak sumatera juga rawan terhadap ancaman kepunahan, karena jumlah badak sumatera diperkirakan hanya tersisa 200 ekor.

Menurut IUCN (International Union for Conservatin of Nature), badak jawa dan badak sumatera dikategorikan ke dalam status critical endangered. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat terhadap upaya pelestarian badak di Indonesia perlu ditingkatkan. Untuk mendukung upaya pelestarian badak di Indonesia, Himpunan Minat Profesi Satwaliar Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang bergerak di bidang medis konservasi mengadakan seminar nasional sebagai wujud komitmen serta kepedulian terhadap konservasi satwaliar.

Seminar Nasional Satwaliar merupakan agenda tahunan dari Himpro Satwaliar Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pada tahun ini, Himpro Satwaliar bekerjasama dengan Yayasan Badak Indonesia (YABI) melaksanakan seminar nasional satwaliar dengan tema SOS (Save Our Sumateran and Javan) Rhino. Seminar nasional SOS Rhino menghadirkan drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr. sebagai dokter hewan yang fokus penelitiannya pada reproduksi badak, Ir. Waladi Isnan dan drh. Dedi Chandra sebagai perwakilan dari Yayasan Badak Indonesia, dan drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD sebagai perwakilan ahli patologi yang terlibat dalam nekropsi badak dari Suaka Rhino Sumatera (SRS) Lampung yang mati pada tahun 2011.

Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne IPB secara khidmat. Dalam sambutannya, drh. R.P. Agus Lelana, SpMp, M.Si sebagai pembina himpro satwaliar memberi semangat kepada peserta seminar dan calon dokter hewan untuk tetap berkontribusi dalam upaya konservasi satwaliar. Dekan Fakultas Kedokteran Hewan drh. Srihadi Agungpriyono, PhD turut hadir dan memberikan sambutan sekaligus membuka acara seminar.

Seminar dilakukan dalam 2 sesi, yaitu sesi penyampaian materi dan diskusi. Seminar dipandu oleh drh. Arifin Budiman Nugraha sebagai moderator. Pembicara pertama, drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr., menyampaikan topik peran dokter hewan dalam upaya pelestarian badak di Indonesia. Pembicara memberikan pemahaman mengenai wujud kontribusi dokter hewan di bidang konservasi satwa liar, terutama di bidang reproduksi. Pembicara juga menjelaskan tentang proses reproduksi badak dan tantangan bagi dokter hewan dalam mengembangkan ilmu reproduksi untuk mempertahankan keberadaan badak jawa maupun badak sumatera dimasa mendatang.

Pembicara kedua,  Ir. Waladi Isnan dan drh. Dedi Chandra dari Yayasan Badak Indonesia (YABI) menyampaikan topik kondisi populasi badak di Indonesia. Ir Waladi Isnan memberikan gambaran data maupun kondisi populasi badak di Indonesia. Drh. Dedi Chandra selaku dokter hewan yang menangani badak di SRS (Suaka Rhino Sumatera) Lampung fokus memaparkan informasi tentang peran SRS dalam konservasi badak sumatera dan pengetahuan tentang perawatan dan pengobatan pada satwaliar khususnya badak bagi peserta seminar, terutama mahasiswa kedokteran hewan.

Pembicara terakhir, drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD sebagai dosen ahli patologi menyampaikan hasil nekropsi badak yang dilakukan oleh Bagian Patologi  Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pada sesi ini disampaikan kelainan yang terjadi pada organ Badak Torgamba dan  penyebab kematian, serta kajian yang dilakukan secara histopatologi. Penyampaian hasil nekropsi ini menyumbangkan informasi dari sisi medis kedokteran hewan dan menunjukkan pentingnya ilmu forensik dalam dunia veteriner.

Topik-topik yang disajikan dalam seminar kali ini diharapkan  memberikan manfaat untuk pelestarian badak di Indonesia dan memberikan pemahaman mengenai peran medis konservasi kepada masyarakat umum. Seminar dihadiri oleh 112 peserta yang terdiri atas 26 delegasi dari Universitas Udayana, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga serta turut hadir mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dan Diploma III Paramedik Veteriner Institut Pertanian Bogor.

Seminar ini terselenggara atas dukungan beberapa pihak, yaitu Yayasan Badak Indonesia (YABI), BEM Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Pemerintah Kabupaten Bogor, D’alton project, Center for Indonesian Veterinary  Analytical Student (CIVAS), The Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), WCC Veteriner, dan Vitamin Water dari You C 1000. Seminar ini juga didukung oleh Green TV selaku media partner. (Himpro Satwaliar FKH IPB)