Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis selenggarakan Webinar Series III: Langkah Praktis dalam Pengendalian PMK melalui Penerapan Biosekuriti, Pemilihan Disinfektan yang Tepat, dan Penggunaan Bahan Alam Berkhasiat, Sabtu (04/06/2022).  Kegiatan ini merupakan kolaborasi SKHB IPB University dengan PDHI, dan disponsori oleh PT Agroveta Husada Dharma, PT Nutricell Pacific, dan PT Tri Daya Veruna. Kegiatan digelar secara hybrid, yakni secara luring di ruang Kuliah A SKHB dan daring melalui virtual zoom. Kegiatan ini dihadiri oleh Dekan Prof Deni Noviana, Wakil Dekan bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Dr Andriyanto, Ketua Umum PIDHI Tri Isyani Tungga Dewi, para perwakilan dari ketiga sponsor, dan diikuti oleh 403 peserta secara daring yang berasal dari seluruh Indonesia.

Kegiatan Webinar Series III ini menghadirkan dua keynote speaker dan tiga pembicara. Keynote speaker yaitu Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Dr Nuryani Zainuddin dan Kasubdit Pengawasan Obat Hewan Kementerian Pertanian Ni Made Ria Isriyanthi, PhD.

Dr Nuryani, keynote speaker pertama, menjelaskan kerugian ekonomi, status terkini, regulasi, dan strategi pemberantasan PMK di Indonesia. ”Langkah-langkah dalam pengendalian PMK meliputi regulasi terkait pengendalian PMK, pencegahan kontak hewan rentan dengan sumber penyakit, penghentian sirkulasi dan produksi virus di lingkungan, dan peningkatan kekebalan hewan yang rentan PMK dengan cara vaksinasi,” ungkap Dr Nuryani.

Dr Ni Made Ria, keynote speaker kedua, menyampaikan bahwa saat ini belum ada vaksin produksi lokal dan vaksin impor, karena sebelumnya Indonesia bebas PMK sejak tahun 1990. Vaksin PMK yang ada di dunia saat ini, sangat terbatas penggunaannya dan tidak bersifat universal, sehingga stok vaksin di masing-masing negara atau perusahaan produsen menjadi terbatas.

“Kita akan mengimpor vaksin dalam pertengahan bulan Juni ini, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Penggunaannya akan diprioritaskan untuk ternak bibit. Baru kemudian di bulan Agustus mudah-mudahan vaksin lokal sudah mulai bisa diproduksi,” imbuhnya.

Tiga narasumber yang dihadirkan, yaitu  Dr Okti Nadia Poetri dari Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dr Andriyanto dan Dr Aulia Andi Mustika keduanya dari Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, SKHB IPB University.

Di sesi pertama, Dr Okti menjelaskan bagaimana melakukan biosekuriti secara praktis untuk peternakan rakyat. Biosekuriti salah satunya adalah sanitasi, yaitu menjaga kebersihan kandang dan melakukan disinfeksi kandang, peralatan, tempat pakan hewan secara berkala. Selain itu, penerapan biosekuriti praktis juga bisa melalui isolasi dan kontrol lalu lintas hewan dan personalia di peternakan.

“Tindakan biosekuriti pada perusahaan peternakan atau peternakan rakyat ditujukan terhadap karyawan peternakan, tamu, kendaraan, dan barang yang masuk ke peternakan. Hal ini sangat penting dalam memastikan biosekuriti di lingkungan peternakan,” lanjutnya.

Dr Andriyanto, dalam sesi berikutnya, menyampaikan bahwa asam sitrat 0,2-2%, sodium hiplokrolit 3%, glutaraldehid  1-2%, sodium karbonat 4%, formaldehid 8%, serta hidrogen peroksida 5% merupakan beberapa disinfektan yang efektif untuk PMK.

”Alternatif lain dalam penanganan PMK adalah dengan menggunakan acidic electrolyzed water (EW)  dengan pH 2.6?5.8. EW ini memiliki beberapa kelebihan yaitu aman, tidak toksik, biokompatibilitas, korosif tingkat rendah pada logam, dan aman terhadap lingkungan,” ungkap Dr Andriyanto.

Di sesi terakhir, Dr Aulia menjelaskan tentang peran herbal sebagai terapi penunjang PMK. Simplisia merupakan salah satu bentuk dari herbal yang langsung dapat diberikan tanpa proses pengolahan. Selain itu, infusa merupakan bentuk pemrosesan herbal dengan perebusan pada suhu 90 derajat celcius dalam waktu 15 menit. Infusa dari daun kelor, spriluna, ruku-ruku dan kunyit merupakan beberapa contoh aplikasi herbal untuk PMK.

”Ekstrak buah mengkudu, temu kunci, jeruk keprok merupakan beberapa bahan alami lain yang mudah ditemukan dan dapat digunakan sebagai terapi penunjang PMK,” imbuhnya.

Dr. drh. Aulia Andi Mustika juga menyebutkan bahwa herbal dekok dapat dibuat dengan proses perebusan lebih lama, 90 derajat celcius selama 30 menit. Dekok herbal yang dapat digunakan untuk PMK diantaranya akar manis dan kombucha. ”Topikal merupakan sediaan herbal yang dioles pada lesio atau luka pada hewan. Madu, milet, dan soda abu dicampur dan dioles secara merata pada luka. Salep dan spray yang berasal dari infusan daun sirih merah, daun binahong, dan biji bengkuang juga dilaporkan efektif untuk menyembuhkan luka pada hewan. Tentu ini bisa diaplikasikan pada luka akibat PMK,” pungkasnya. (ns/km)