Jakarta, 11-13 Juni 2012. “Penerapan kaidah bioetika di dalam suatu penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek haruslah memenuhi empat prinsip dasar, yakni: otonomi (autonomy), bermanfaat (beneficence), tidak merugikan (nonmaleficence), dan keadilan (justice)”, papar Dr. Beth Rivin dari Global Health and Justice Project, Uplift International, USA pada  hari pertama acara “Bioethics Workshop” di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta. Workshop ini diselenggarakan oleh Kemenristek RI bekerjasama dengan Komisi Bioetika Nasional, Uplift International, CRF Global dan Perhimpunan Biologi Indonesia.

Jakarta, 11-13 Juni 2012. “Penerapan kaidah bioetika di dalam suatu penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek haruslah memenuhi empat prinsip dasar, yakni: otonomi (autonomy), bermanfaat (beneficence), tidak merugikan (nonmaleficence), dan keadilan (justice)”, papar Dr. Beth Rivin dari Global Health and Justice Project, Uplift International, USA pada  hari pertama acara “Bioethics Workshop” di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta. Workshop ini diselenggarakan oleh Kemenristek RI bekerjasama dengan Komisi Bioetika Nasional, Uplift International, CRF Global dan Perhimpunan Biologi Indonesia.

Lebih lanjut pembicara menjelaskan bahwa otonomi dari subyek penelitian haruslah bersifat sukarelawan (tidak dibayar), telah memperoleh informasi selengkapnya mengenai prosedur penelitian, manfaat dan resiko yang mungkin diperoleh atau terjadi terhadap subyek, serta setiap subyek berhak untuk berhenti dari proses penelitian kapanpun dikehendaki tanpa harus memberikan alasan. Dengan sifat sukarela, memperoleh informasi lengkap, menyatakan persetujuan setelah diberi informasi, dan berhak berhenti kapanpun dikehendaki akan menjamin “respect for persons” selama proses penelitian berlangsung. Prinsip otonomi dari subyek juga mencakup bahwa subyek harus bebas dari manipulasi, tekanan dari hiraki yang lebih tinggi (jabatan, ekonomi, dll) sehingga persetujuan yang diberikan benar-benar bersifat mandiri.

Prinsip selanjutnya bahwa penelitian harus memberi manfaat kepada subyek serta meminimalkan resiko yang mungkin muncul perlu diinformasikan sejelas-jelasnya kepada subyek sebelum ia memutuskan ikut di dalam penelitian tersebut. “For all biomedical research involving human subjects, the investigator must ensure that potential benefits and risks are reasonably balanced and risks are minimized” (CIOMS Guideline 8).

Dan pada prinsip yang terakhir, keadilan, mengharuskan bahwa manfaat atau produk atau data penelitian yang diperoleh haruslah dapat diakses oleh subyek dan komunitas dimana subyek berada. Makna lain dari keadilan ialah keberhasilan penelitian tersebut harus juga dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh subyek atau komunitas dimana subyek berada. Selain itu, subyek penelitian haruslah terhindar dari praktek-praktek eksploitasi. Sebagai contoh: UNAIDS Ethical Considerations in HIV Preventive Vaccine Research 2002 Guidance Point 2- “Any HIV preventive vaccine demonstrated to be safe and effective….should be made available as soon as possible to all participants in the trials in which it was tested, as well as to other populations at high risk of HIV infection.”

Pada workshop ini, telah dihadiri para peneliti dan dosen dari berbagai institusi termasuk IPB.  IPB diwakili oleh Dr. Drh. Muhammad Agil, M.Agr.Sc (Wakil Direktur Hubungan Internasional IPB, Dosen FKH IPB), Prof. Dr. Ir. Muhammad Yamin, M.Agr.Sc (Anggota Komisi Etik IPB, Wakil Dekan Fapet IPB), Siti Sa’diah, SSi, MSi, Apt (Biofarmaka IPB), serta Drh. Usamah Afiff, MSc dan Drh. Kusdiantoro Mohamad, MSi (Dosen FKH IPB).